Friday, 30 May 2014

Pantai Ngobaran

Sabtu, 24 Mei 2014
    “Ini Bali? Bukan, ini Pantai Ngobaran, Gunung Kidul.”
Aku pernah baca ungkapan itu di salah satu media sosial. Dengan gambar mbak cantik dan bunga kemboja yang tersemat di telinganya, senyum manis di kamera, latar belakang pura indah dan laut biru. Bali banget, kan? Tapi ternyata nggak, lho. Itu di salah satu pantai di Gunung Kidul. Pantai Ngobaran.


How to get there?
    Pantai Ngobaran terletak di Desa Kanigoro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul. Sekitar 2-3 jam kalau dari UGM.  Lumayan jauh, ya? Lumayaaannn ... bikin pantat tepos.
     Ancer-ancernya:
UGM – Ring road Jln. Wonosari – Piyungan – Tikungan Bokong Semar – Hargodumilah – Patuk – Tikungan Irung Petruk (sekarang ada jembatannya lho) – Sambi Pitu – Hutan Tleseh – Lapangan Udara Gading – Pertigaan Gading ke kanan (arah ke Playen Paliyan) – pertigaan kantor kecamatan ke kanan – pertigaan BRI ke kiri – Pusiklat TNI AD – Hutan Sodong – ada pertigaan Alfamart ambil kiri – tetap ikuti jalan – sampai ada pertigaan lagi dengan penunjuk jalan Pantai Ngobaran/Ngrenehan – ikuti jalan aja lagi sampai ada tulisan kayak gini:
 
Tulisannya kepotong T.T
     
     Nah, setelah lihat gapura itu dan bayar retribusi sebesar Rp5.000,00 per orang, lanjut lagi jalan sekitar 8 km (tapi 8 km itu kayaknya diukur secara garis lurus, sementara jalannya berkelok-kelok, jadinya ya berasa dua kali lipatnya :D).
     Yang patut disyukuri, banyak banget penunjuk jalan. Kesasar? Keciiilll banget kemungkinannya :D.

Ada apa aja di sana?
     Ada Baliiiiii ... eh, bukan dink. Ada pura dan laut yang mirip banget kayak suasana di Bali. Ada tebing berkarang yang membatasi Pantai Ngobaran dan Nguyahan. Ada juga alba hijau yang bisa dilihat kalau air surut.
     Ada mitos tentang Pantai Ngobaran.
     Konon katanya, Prabu Brawijaya V membakar diri di pantai ini. Alasannya, beliau tidak mau terlibat peperangan dengan Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak yang notabene adalah anak kandungnya sendiri. Nah, dari mitos inilah nama “Ngobaran” berasal (Ngobaran >> kobar >> api). Mitos lain mengatakan bahwa Prabu Brawijaya V hanya berpura-pura membakar diri, bukan benar-benar membakar dirinya sendiri. Dari mitos ini, sudah muncul bibit-bibit mulikulturalisme yang sampai sekarang masih ada. Prabu Brawijaya V menganut kepercayaan Kejawan dan Raden Patah dari Kerajaan Demak menganut agama Islam (Kerajaan Demak adalah satu kerajaan Islam di Nusantara).
     Sebenaranya ini masih menjadi perdebatan. Apa benar mitos itu? Sebab, mitos itu menggambarkan bahwa ajaran Islam meluas dengan jalan kekerasan, sampai-sampai Prabu Brawijaya V harus rela (berpura-pura) membakar diri karena beliau menganut kepercayaan Kejawan. Kejawan adalah kepercayaan peninggal Prabu Brawijaya V, diambil dari nama salah satu putra Brawijaya V, yaitu Bondhan Kejawan.
     Tapi yang pasti, multikulturalisme terlihat kuat di pantai ini. Masjid dan pura yang berdiri berdekatan. Indah banget, seindah pasir dan karang yang mengelilingi Pantai Ngobaran.
     Untuk kuliner khas, aku baca-baca ada yang jual landak laut dan makanan laut lain. Tapi karena tujuan ke Pantai Ngobaran adalah menikmati pura dan pantainya, jadi bujet untuk makan-makan cantik nggak ada. Alias nggak nyobain :D.

Like/dislike
Puranya indah, pantainya ciamik.
Toilet bersih.
But,
Sepanjang tangga ada coretan gitu. Ada beberapa sampah juga di sekitar pantai. Memang ada tempat sampah, tapi ada di atas tebing (kalau ingin menuju pantai memang harus menuruni tebing karang).

Bujet
Bensin 30.000 (karena lumayan jauh dan pake nyasar)
Tiket 5.000
Parkir 2.000
Toliet 2.000
Total pengeluaran utama: 39.000. Sepadan dengan pantai yang eksotis J

Foto













No comments:

Post a Comment