Senin, 28 April 2014
Memang
ini bukan kegiatan akhir pekan, tapi aku rasa nggak apa-apa kalau aku share sedikit pengalaman.
Ini
tentang THT: telinga, hidung, tenggorokan. Loh kenapa?
Jadi
gini, beberapa bulan yang lalu, bagian kepala sebelah kanan terasa sakit.
Seperti migrain, tapi bukan (atau iya?). Kadang gigi bagian geraham dalam,
kadang telinga, kadang tenggrokan, kadang kepala bagian atas, kadang kepala
bagian belakang .... Menyiksa! Dan semuanya terjadi di sebelah kanan.
Aku
sendiri heran, bagaimana mungkin aku bisa bertahan lebih dari tiga bulan
menghadapi hal semacam itu? Ok fine,
rasanya memang nggak sakit bangeeetttt, tapi cukuplah masuk kategori menyiksa.
Minum obat? Udah. Tapi, cuma obat pereda nyeri, mulai dari obat migrain sampai
obat sakit gigi. Tapi tetap saja, tiada berubah.
Beberapa
hari yang lalu, teman kantor kasih saran. Sebut saja Mbak Eka (nama
disamarkan). Katanya, saudaranya juga pernah ngalamin hal kayak gitu. Dia parno
sendiri, jangan-jangan itu penyakit syaraf. Lalu, saudaranya ke dokter dan
terlihatlah ada sebuah benda, kecil dan lembut, yang bersarang di telinga
bagian kanan. Tahu apa itu? Kapas cotton
bud!
Huaw,
bagaimana bisa benda sekecil itu bikin nyeri sebesar itu??? Tapi, ya itulah
yang terjadi, Teman. Dokter menyarakan periksa langsung ke THT. Tanpa ba bi bu
be bo, saudara Mbak Eka langsung ke THT. Nggak ada sepuluh menit, nyeri ilang,
Sodara-Sodara! Alhamdu ... lillah *nyampirin syal*.
Setelah
dengar itu, aku pun tanpa ba bi bu be bo langsung nyiapin bujet buat ke THT.
Tanya kanan kiri, katanya ada yang sampai 500.000. Tapi, ada pula yang cuma
200.000. Alamak, padahal kata Mamak, dulu cuma 10.000 rupiah. Zaman SD.
Aral melintang
Bujet
udah, lalu apa donk masalahnya? Yah, sebagai pejuang 8 to 5 yang baik hati,
cuma akhir pekan aku bisa memiliki waktu luang. Pukul 9 pagi, langsung cus ke
TKP: klinik THT. Aku lihat banyak apotek sekaligus tempat praktik dokter
bersama di sekitar perempatan Kentungan. Kayaknya, sih, di situ ada juga dokter
THT.
Pukul 9
pagi, dandan cantik, siap nunggu Babang. Dag dig dug di jalan, sakit nggak
yaaa. Terkahir kali ke THT itu ... beberapa tahun lalu, saat SD. Udah lupa donk
gimana rasanya.
Sampai
di sana, aral melintang terjadi. TUTUP! CLOSED! Praktik dokter THT cuma
Senin-Jumat. Okeh, masih banyak apotek. Jalan lagi, jalan terus ... semuanya
nggak ada yang buka parktik ketika weekend.
Oh God, cobaan apa lagi yang Engkau berikan?
Mau tak mau, nunggu hari Senin.
Pokoknya musti kudu wajib ke THT! Nyeri ini bahkan memengaruhi konsentrasi
kerja *ciyeh, kayak pernah konsen aja*. Pulang kerja, langsunglah daku mampir ke
apotek lagi. Langsung daftar dan tanya ke embak yang jaga, “Mbak, dokter THT
jam berapa, ya?” Sebenarnya, sih, aku udah tahu kalau jam kerja dokternya mulai
pukul 17.00. Lha wong terpampang
nyara di plang depan. Tapi, basa-basi dikitlah :D.
“Jam
setengah tujuh, Mbak.”
What? Bukannya di
depan jelas tertulis kalo jam 5 sore? Kok molor pukul setengah tujuh?
“Oh
gitu, ya udah, Mbak. Aku tunggu aja. Atau nanti saya balik sini.”
Yap, dan keluarlah saya dari
apotek, nyari makan dulu dan tempat shalat. Nanggung kalau musti balik ke kos.
Proses
Skip, pukul setengah tujuh, aku udah
duduk manis di ruang tunggu. Bersama dua embak yang juga nunggu. Juga keluarga
kecil berbahagia yang juga nunggu.
Lima
belas menit menunggu, datanglah seorang mas yang langsung gitu aja naik ke
lantai dua. Nggak ada firasat apa-apa. Ah, itu siapa, sih? Paling apoteker. Dan
ternyata, doi adalah dokter THT! Kok tahu? Yoi, selang lima menit, embak
penjaganya manggil namaku dan ngasih map serta nomor ruangan yang musti aku
tuju. Setelah buka pintunya, ternyata ... mas-mas tadi duduk manis di ruangan.
Dag dig
dug, kali ini deg-degan bukan ngebayangin sakitanya disogok sama besi panjang,
tapi ... dipegang-pegang sama mas dokternya *aish*. Oke, kayaknya "pak" sih, bukan "mas".
Mmm, mas menuju pak. Oke, whatever.
Masalahnya, masak dipegang-pegang gitu. Belum muhrim, bo! Hehehe .... *nggaya*.
Setelah
duduk, mas/pak dokter langsung tanya ini itu. Aku jawab itu ini. Lalu,
langsunglah diperiksa telinga aku. Sambil diperiksa, aku cerita soal saudara
Mbak Eka. Dokternya cuma manggut-manggut. Lalu bilang, “Ya itu bisa juga, tapi
ini nggak kok.”
Fiuh,
syukur deh. Tapi tetap mikir juga, sih. Kalau bukan karena itu, lalu apa yang
membuat nyeri di kepala ini?
Hasil
Skip skip skip.
Pemeriksaan
selesai. Mas/pak dokter berpesan kalau bersihin telinga nggak boleh
dalam-dalam. Telinga dan bagian tubuh itu pintar, bisa bersihin dirinya
sendiri. Mas/pak dokter juga bilang kalau cotton
bud itu cuma boleh dipakai buat telinga luar (dan bagian tubuh luar lain).
Kalau telinga sudah meresa enak, itu tandanya cotton bud musti segera dicabut, jangan malah keenakan dan diterusin.
Bahaya! Oke siap, mas/pak!
Bujet
Nah,
ini bagian yang menegangkan. Selesai diperiksa dan dibersihin, mas/pak dokter
kasih map yang sudah ditulisi resep obat. Langsung aja aku ucap terima kasih
dan segera turun ke apotek. Ngasih map itu ke apoteker dan nunggu lagi.
Deg-degan lagi. Duh, gimana yaaa. Tadi bujet 500.000 kan udah kepake juga buat
bayar makan. *Kayak makannya di resto Korea aja. Cuma mi ayam pinggir ayam jugak :D*
Dan,
dipanggillah namaku. Dengan pede, aku menuju apoteker dan diberilah obat tetes
telinga untuk dua hari. Lalu, aku disuruh nunggu lagi. Sambil nunggu, aku baca
keterangan di obat itu. Dua tetes x dua kali sehari. Fungsinya biar telinga
nggak infeksi setelah disogok sama besi panjang yang buat bersihin telinga. Oke
deh, nggak apa-apa.
Tak ada
lima menit, namaku dipanggil lagi. Ini nih ... ini .... Debaran jantung mulai
terasa. Deg deg deg .... Embak apotekernya ngasih nota ke aku dan dengan membahana
berkata, “171 rupiah, Mbak.” Legaaaaaaaaaaa ... lebih dari apa pun. Langsung
aku baca nota itu dan ternyata benar, tertera angka 171.000. Dengan senyum aku
keluarin uang 200.000 dan dengan santai nunggu kembalian.
Alhamdulillah.
Hasil
Sudah
seminggu lebih dan aku memang merasakan perbedaannya. Entah ini hanya sugesti
atau memang aku udah sembuh. Tapi selebihnya, aku bersyukur sekarang
semua kembali normal. Telinga tak lagi terasa penuh. Nyeri berkurang (hampir
nggak ada). Aku bisa mendengar nyanyian alam dengan jernih. Terima kasih, ya
Allah. Mungkin Engkau harus membuat rasa nyeri agar aku sadar betapa
berharganya telinga ini J.
Ps: Tahu nggak, siiihhh. Sabtu sore aku lewat Apotek UGM.
Dan you knooowww, buka praktik
dooonkkkk buat hari Sabtu, mulai pukul 09.00-10.00. Eyuwh, ngapain musti
jauh-jauh ke Kentungan? Hfffttt ....
No comments:
Post a Comment